Terbaru

Minggu, 20 November 2011

Sebuah renungan untukku, kau, dan kita semua

Hidup adalah sebuah arena panjang pembelajaran serta ujian. Dalam
kehidupan kita akan disuguhkan dengan berbagai kejadian dan persoalan
yang mengharuskan kita untuk belajar, memilih, dan memutuskan.
Tentunya untuk melewatinya kita memerlukan sesuatu yang disebut
“ilmu”. Layaknya semua pusat pembelajaran yang ada, pusat
pembelajaran raksasa yang bernama “Dunia dan Kehidupan” ini juga
memiliki visi & misi. Visi & misi ini tentuya ditujukan untuk
menjadi patokan, atau standar kelulusan bagi para peserta didik yang
berada di dalam pusat pembelajaran ini.





Dan
Aku tidak menciptakan
jin
dan
manusia
melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.”
(QS. 51:56)



Firman
Allah diatas dengan jelas menunjukkan tujuan keberadaan jin dan
manusia di dalam pusat pembelajaran raksasa ini, yaitu untuk
menyembah Allah. Dengan kata lain, untuk bisa lulus dari pusat
pembelajaran ini patokannya sangatlah jelas. Kita harus berusaha
sebaik-baiknya dalam menyembah dan mematuhi Allah untuk bisa lulus
dengan predikat yang memuaskan.



Dunia telah meluluskan begitu banyak
angkatan, banyak yang lulus, banyak pula yang gagal. Namun diantara
semua angkatan yang pernah ada, ada satu angkatan yang sangat luar
biasa dan fenomenal, sehingga dikatakan sebagai angkatan terbaik yang
pernah ada. Mereka adalah generasi Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. Bahkan Allah sendiri sampai memuji mereka dalam kitab
pedoman kehidupan (Al-Qur’an). Firman Allah:



Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. 3:110)



Luar biasa bukan, bagaimana Allah
memuji mereka. Tentunya hal ini dengan sangat jelas menunjukkan
kualitas mereka yang sangat teruji. Dan, sebagaimana halnya lembaga
pendidikan dimanapun, ketika seseorang atau suatu angkatan dikatakan
sebagai yang terbaik yang pernah ada, tentunya mereka telah berhasil
memenuhi kriteria-kriteria yang ditentukan sehingga mereka bisa lulus
dengan predikat terbaik.



Disinilah perlunya kita, sebagai salah
satu diantara sekian banyak peserta didik di pusat pembelajaran ini
untuk mencontoh teladan terbaik yang telah disebutkan Allah, yaitu
generasi Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya. Sehingga diharapkan,
jika kelak tiba saatnya bagi kita untuk meninggalkan pusat
pembelajaran ini, kita dapat keluar sebagai lulusan yang walaupun
bukan terbaik, namun setidak-tidaknya baik dan memenuhi kriteria
untuk lulus dari pusat pembelajaran ini.



Namun sayangnya, seringkali kita lupa
bahwa kita hidup dan berinteraksi dalam sebuah pusat pembelajaran.
Sehingga, seringkali kita terlena dengan hal-hal yang sebetulnya
tidak urgen, namun cukup menggoda. Layaknya seorang pelajar SMA yang
lupa pada tugas utamanya untuk belajar di sekolah karena ia terlalu
asyik bermain di rental PS di sebelah sekolahnya. Seperti itulah kita
sering menempatkan diri kita dalam kehidupan ini.



Standar yang kita pakai dalam menilai
kehidupan ini seringkali rancu dan tidak sesuai dengan “pedoman
pembelajaran” yang telah ditetapkan oleh Allah. Bahkan
alasan-alasan yang digunakan sebagai pembenaran terhadap standar yang
rancu itu pun, lagi-lagi tidak jauh berbeda dengan alasan para
pelajar SMA ketika mereka mengatakan bahwa “masa SMA adalah masa
senang-senang, masa muda yang harus kita nikmati sepuas-puasnya.
Mumpung kita masih muda”. Begitu pula alasan yang seringkali kita
pakai dalam kehidupan, “hidup ini hanya sekali, untuk apa dibikin
susah. Mari kita nikmati sepuas-puasnya”



Semboyan-semboyan seperti diatas inilah
yang sering melenakan kita dalam tugas kita sebagai peserta didik
kehidupan. Sehingga menimbulkan orientasi yang tidak jelas dalam
pencapaian tujuan kita di dunia. Tujuan kita tidak lagi sesuai dengan
pedoman yang telah ditetapkan, melainkan sekedar tujuan-tujuan
“musiman” yang kebetulan sedang trend di pusat pembelajaran ini.



Seperti bagaimana maraknya kita lihat
teman-teman kita sesama peserta didik seringkali justru menjadikan
kekayaan, kecantikan, jabatan, dan hal-hal lain yang sebenarnya
hanyalah suatu event “musiman” sebagai tujuan keberadaan mereka
di dunia. Ini menyebabkan mereka lupa bahwa tujuan utama keberadaan
mereka di pusat pembelajaran ini adalah untuk beribadah kepada Allah
SWT. Akibatnya, banyak kita temukan peserta didik yang stress akibat
salah kaprah terhadap tujan keberadaaanya di lembaga pendidikan ini.
Mereka terombang-ambing dan kehilangan tujuan ketika event musiman
yang mereka jadikan tujuan akhir sudah berakhir musimnya.



Penyebab kenapa sampai terjadi hal ini
adalah karena pemilihan teladan yang salah oleh para peserta didik di
dunia ini. Karena, sebagaimana ada lulusan atau generasi terbaik.
Banyak juga generasi-generasi yang buruk atau bahkan bisa dibilang
yang terburuk yang pernah berada di pusat pembelajaran ini. Mereka
adalah generasi-generasi gagal yang tidak mampu memenuhi tujuan utama
keberadaan mereka di dunia. Bahkan mereka lebih terlena untuk
menjadikan event-event musiman di dunia ini sebagai tujuan utama
mereka.



Namun ironisnya, sebagaimana “the bad
boy” cukup disegani dan diikuti oleh para pelajar SMA, begitu pula
para generasi terburuk ini sangat disegani dan seringkali
dielu-elukan, bahkan diikuti oleh peserta didik pusat pembelajaran
yang bernama kehidupan ini. Mereka terlena oleh image “sementara”
yang menggambarkan para “the bad boy” sebagai sosok-sosok yang
keren dan sukses dalam kehidupannya. Walaupun kebenaran yang
sesungguhnya adalah jauh dari semua image tersebut, namun lagi-lagi
sebagaimana semboyan strategi pemasaran dan periklanan, bahwa “image
sangat menentukan”.



Firaun dan Qarun adalah dua diantara
sekian banyak “bad boy” dalam kehidupan dunia ini. Mereka adalah
dua orang yang dilaknat dan dikenakan azab langsung oleh Allah karena
“kenakalannya”. Namun, sayangnya seringkali kita lebih terlena
pada pencapaian-pencapaian “sementara” mereka di dunia
dibandingkan dengan kenyataan bahwa mereka telah gagal menempuh
pendidikan di pusat pembelajaran ini, sampai-sampai harus dikeluarkan
oleh Allah dengan cara yang paling tidak menyenangkan.



Inilah yang harus kita sadari, kita
lebih sering terlena dengan image dan hayalan-hayalan di benak kita
dibandingkan kenyataan yang seharusnya kita hadapi. Kita lebih sering
terlena dengan indahnya dan eksotisnya sebuah piramida, dibandingkan
kenyataan bahwa ia dibangun diatas darah dan nyawa para budak belian.



Ya... kita lebih sering terlena dengan
hayalan dan imajinasi kita dibandingkan dengan kenyataan yang
jelas-jelas terpampang di hadapan kita. Inilah yang menyebabkan kita
lebih menyukai ide-ide tentang pembangunan dibandingkan ketauhidan,
membuat kita lebih memimpikan kesejahteraan dan kekayaan dibandingkan
dengan keimanan. Padahal seandainya kita mau bercermin pada
kenyataan, pembangunan, kesejahteraan, kekayaan, kecantikan, harta,
pangkat, jabatan, semua itu tidak akan mampu menjamin kelulusan kita
dari pusat pembelajaran dan ujian yang bernama kehidupan ini.



Bukankah Firaun layak mendapat gelar
bapak pembangunan dunia, karena kesuksesannya dalam pembangunan
kerajaannya, bukankah piramida menjadi salah satu dari tujuh
keajaiban dunia. Sebuah bangunan yang begitu megah dan begitu kokoh
hingga masih tetap berdiri tegak meskipun sudah berumur ribuan tahun.
Namun itu juga tak membuatnya mampu lulus dengan predikat yang baik
dari kehidupan ini. Ia justru menjadi salah seorang yang mendapat
predikat terburuk akibat kecongkakan yang ia pupuk diatas pembangunan
yang ia elu-elukan.



Begitu juga dengan Qarun, bukankah ia
merupakan salah seorang yang paling sukses masalah kekayaan.
Sampai-sampai kunci gudang kekayaannya pun tak mampu diangkat oleh
sepuluh orang yang paling kuat di masanya. Namun itu juga tak
membuatnya lulus dengan predikat baik, justru malah menjerumuskannya
ke dalam keburukan. Sehingga ia diazab Allah dengan ditenggelamkan ke
dalam bumi.



Lalu bagaimanakah agar kita bisa lulus
dengan predikat yang baik dari pusat pembelajaran ini, ketika semua
hal yang seringkali kita elu-elukan atau kita banggakan tak mampu
menjamin kelulusan kita. Jawabannya sangatlah mudah, bukankah telah
jelas bagi kita contoh-contoh generasi terbaik, lulusan-lulusan
terbaik. Bukankah telah jelas pula contoh-contoh generasi terburuk,
yang alih-alih lulus justru malah mendapat azab dari Allah SWT. Kini
tinggal kita yang menentukan, kita mau menjadi yang seperti apa...
karena dunia ini hanyalah sebuah pusat pembelajaran, bagaimana kita
mau berlaku di dalamnya adalah keputusan kita pribadi. Namun
seandainya lulus dengan predikat terbaik yang menjadi pilihan, maka
sesungguhnya Iman dan Ketaatan adalah sebuah keniscayaan.
(wallau a'lam)





Sebuah renungan
untukku, kau, dan kita semua





Zulfikri Ali Ma'sum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar